14/09/07

Tidak Mudah untuk Melupakan (part 1)

Selama sembilan tahun terakhir, Mei selalu datang dengan warna kelam dalam ingatan dan rasa sesak akibat marah dan kecewa. Masih segar dalam ingatanku kejadian 13-14 Mei 1998 itu. Asap hitam menyelubungi Jakarta yang terbakar, kantong plastik hitam berjajar berisikan tubuh-tubuh hangus terjebak dalam api, tangis mereka yang kehilangan orang-orang yang dikasihi, dan nanar tatap mereka yang kehilangan seluruh jerih payahnya dalam waktu yang begitu singkat.

Bagaimana pula tidak marah? Ini peristiwa luar biasa. Semua dokumentasi, baik oleh organisasi masyarakat sipil maupun tim gabungan pencari fakta, menunjuk pada adanya pola penyerangan dan keterlibatan aparat keamanan negara. Pihak yang merencanakan pastinya keji karena tak segan mengorbankan begitu banyak jiwa untuk kekuasaan, entah itu untuk mempertahankan ataupun merebut kekuasaan. Pihak yang merencanakan pastinya biadab karena tak ragu menggunakan kebencian begitu dalam terhadap etnis Tiongho dan juga terhadap masyarakat miskin kota untuk kepentingannya. Pihak yang merencakanan mestinya juga licik, karena menggunakan politik pecah-belah antar elemen dalam masyarakat.

Berturut-turut kekecewaan ditelan akibat negara dan elit terus menghambat proses menghadirkan keadilan bagi korban- tidak hanya bagi mereka yang menjadi korban langsung ataupun keluarganya, tetapi juga seluruh bagi seluruh bangsa ini yang terkoyak. Kecewa, karena ternyata masih banyak dari kita yang tak bisa lepas dari jebakan angka seolah jiwa yang meninggal, terluka dan patah tak ada artinya selain statistik belaka. Malah ada daari kita yang terlibat dalam perang kata-kata saling menyalahkan dan melecehkan berbasis ras dan agama. Atau justru menyatakan penyangkalan dan memojokkan korban.

Mei yang seperti ini, apakah akan berulang lagi di tahun kesepuluh?

Tidak ada komentar: