09/11/07

70 Tahun Tragedi Nanking

SUARA PEMBARUAN DAILY
Josef Purnama Widyatmadja

Tahun 2007 adalah peringatan tujuh puluh tahun jatuhnya Kota Nanking (Nanjing) ke tangan tentara Jepang. Peringatan kali ini istimewa karena di beberapa kota besar di dunia akan diluncurkan sebuah film berjudul "Nanking: Even in the Darkness of Times, There is Light" produksi A Ted Leonsis dan disutradarai Bill Guttentag dan Dan Sturman. Film tersebut dibuat berdasarkan buku karya Irish Chang berjudul The Rape of Nanking: The Forgotten Holocaust of World War II (1997).

Pada 9 November 2007 tiga tahun kematian Irish Chang. Ia ditemukan mati di mobilnya di Santa Clara dalam keadaan kepala tertembak. Dalam usia 36 tahun (lahir 1968) ia meninggalkan seorang suami dan seorang anak lelaki berusia dua tahun. Belum jelas apakah dia mati karena bunuh diri atau korban konspirasi pembunuhan sehubungan dengan penelitian dan penerbitan bukunya.

Buku Chang menjadi best seller dan membuka mata pembacanya adanya holocaust di Asia selama Perang Dunia II. Sebelumnya, orang hanya mengenal satu holocaust di Auswitch, kisah pembantaian orang Yahudi oleh Nazi Jerman.

Banyaknya korban selama invasi Jepang ke Nanking dilukiskan oleh Chang sebagai pembantaian manusia yang tidak ada duanya dalam sejarah dunia. Bukan hanya dalam angka, tapi juga dalam hal derajat cara yang dipakai untuk pembunuhan.

Chang memperkirakan korban sekitar 350.000 orang, hampir mendekati jumlah yang diklaim oleh pemerintah Tiongkok dan Koumintang. Sedangkan pihak Jepang sampai saat ini tidak saja memperkecil jumlah korban (sekitar 40.000), bahkan cenderung menyangkal bahwa pembantaian itu terjadi.

Chang tidak saja mengkritik Kaisar Hirohito yang puas dan menyambut jatuhnya Nanking oleh tentara Jepang tanpa mempedulikan korban. Tapi, Chang juga mengecam baik pemerintah Tiongkok yang tidak pernah serius meminta pemerintah Jepang untuk meminta maaf dan memberikan ganti rugi kepada korban. Lebih lanjut Chang menganggap penyangkalan fakta pembantaian oleh pihak Jepang sebagai "pembantaian korban kedua."

Berbeda dengan pemerintah Jerman, pemerintah Jepang tidak pernah secara formal menyatakan permintaan maaf dan mengakui atas kekejaman yang dilakukan di Nanjing pada tahun 1937. Buku pelajaran sejarahnya (textbook) juga berusaha untuk menutupi kekejaman atau memperkecil arti kejahatan perang tentaranya yang dilakukan pada perang dunia ke 2 pada umumnya dan pembantaian Nanjing khususnya.

Orang yang bertanggung jawab atas pembantaian Nanjing itu adalah Jenderal Iwane Matsui dan terutama Pangeran Asaka Yasuhiko, paman dari kaisar Jepang Hirohito sebagai komandan dan wakil komandan pasukan Jepang ketika merebut Nanjing pada bulan Desember 1937.

Pangeran Asaka adalah orang yang bertangung jawab mengeluarkan perintah langsung untuk membunuh semua tawanan di Nanjing. Sesudah Jepang dikalahkan, Jenderal Matsui dihukum gantung atas kejahatan perangnya, tetapi Pangeran Asaka diberikan amnesti oleh Jenderal Mac Arthur, pimpinan tentara Sekutu di Jepang, dan hal ini dilakukan mungkin karena Amerika ingin mengambil hati Jepang yang dibutuhkan sebagai sekutu barunya dalam era perang dingin yang baru dimulai, atau kalau sekiranya yang menjadi korban adalah warga Amerika sendiri, mungkin Pangeran Asaka yang meninggal pada tahun 1981 akan diperlakukan seperti Jenderal Matsui juga (digantung).

Tetapi orang yang paling bertanggung jawab atas pembantaian tersebut adalah Hirohito sendiri, dialah yang mengeluarkan perintah untuk tidak mengakui status tawanan orang Tiongkok sebagai status tawanan perang yang dilindungi oleh hukum internasional, sehingga dapat diperlakukan sesukanya. (On 5 August 1937, Hirohito personally ratified his army's proposition to remove the constraints of international law on the treatment of Chinese prisoners. This directive also advised staff officers to stop using the term "prisoner of war". Wikipedia). Dan Hirohito juga dilindungi oleh Amerika, sehingga bebas dari semua tuduhan sebagai penjahat perang.

Pembunuhan massal terhadap warga sipil oleh tentara Jepang pada waktu perang dunia ke 2 bukan hanya terjadi Tiongkok saja, tetapi dilakukan juga di Indonesia seperti salah satunya di Mandor, Kalimantan Barat, hanya dalam skala yang lebih kecil dibandingkan dengan yang terjadi di Nanjing pada tahun 1937.


ada link menarik di milis... Forum Diskusi Budaya Tionghoa dan Sejarah Tiongkok

Tidak ada komentar: